K3 dan Pekerja Perempuan: Menepis Bahaya di Balik High Heels

Pekerja perempuan, mereka bukan cuma hiasan di kantor atau pelengkap di pabrik. Ironisnya, isu K3 bagi pekerja perempuan masih seperti lipstik di tas
Angger Wicaksana
K3 dan Pekerja Perempuan

Angger Wicaksana — Pekerja perempuan, mereka bukan cuma hiasan di kantor atau pelengkap di pabrik. Mereka adalah kekuatan besar yang menggerakkan roda ekonomi. Dari dokter, guru, buruh pabrik, sampai CEO, mereka membuktikan kemampuan dan ketangguhannya.

Tapi, perjalanan mereka tidak selalu mulus. Ada risiko yang mengintai, seperti bahaya di balik high heels. Pelecehan seksual, diskriminasi, beban kerja ganda, dan kondisi kerja yang tidak ramah perempuan, seperti bayangan gelap yang mengikuti langkah mereka.

Ironisnya, isu K3 bagi pekerja perempuan masih seperti lipstik di tas. Sering terlupakan, dan dianggap tidak terlalu penting.

Pelecehan Seksual: Luka yang Tak Terlihat

Pelecehan seksual adalah monster yang bersembunyi di balik senyuman dan candaan. Dari komentar yang melecehkan, sentuhan yang tidak diinginkan, sampai ajakan yang tidak senonoh, semua itu bisa membuat pekerja perempuan merasa tidak aman dan terintimidasi.

Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA, 2021) menunjukkan bahwa ada 179 kasus kekerasan dan pelecehan berbasis gender yang terjadi di tempat kerja. Angka ini seperti puncak gunung es, yang di bawahnya tersimpan banyak kasus yang tidak dilaporkan.

Diskriminasi: Tembok Tak Kasat Mata

Diskriminasi adalah tembok tak kasat mata yang menghalangi pekerja perempuan untuk meraih potensi maksimalnya. Dari perbedaan upah, kesempatan promosi, sampai akses pelatihan, semua itu bisa membuat pekerja perempuan merasa terpinggirkan dan tidak dihargai.

Konvensi ILO Nomor 100 tentang Pengupahan yang Sama (1951) sudah diratifikasi oleh Indonesia. Tapi, dalam praktiknya, kesenjangan upah antara pekerja perempuan dan laki-laki masih terjadi. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa pekerja perempuan di Indonesia mendapatkan upah 23% lebih rendah dibandingkan pekerja laki-laki (ILO, 2018).

Beban Kerja Ganda: Antara Dapur dan Deadline

Pekerja perempuan seringkali dihadapkan pada beban kerja ganda. Selain bekerja di kantor atau pabrik, mereka juga harus mengurus rumah tangga dan keluarga. Ini seperti lari maraton sambil membawa beban berat.

Beban kerja ganda ini bisa berdampak pada kesehatan fisik dan mental pekerja perempuan. Mereka rentan mengalami stres, kelelahan, dan gangguan kesehatan lainnya.

Kondisi Kerja yang Tidak Ramah Perempuan

Kondisi kerja yang tidak ramah perempuan juga menjadi tantangan bagi K3. Misalnya, fasilitas toilet yang tidak memadai, tidak adanya ruang laktasi, dan kebijakan cuti hamil dan melahirkan yang tidak fleksibel.

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran sebenarnya sudah mengatur tentang penyediaan fasilitas untuk pekerja perempuan. Tapi, implementasinya masih belum optimal.

Membangun Payung Perlindungan

Untuk melindungi pekerja perempuan dari risiko-risiko K3, perlu dilakukan beberapa upaya:

  • Penguatan Regulasi: peraturan tentang pelecehan seksual, diskriminasi, dan kondisi kerja yang ramah perempuan perlu diperkuat dan ditegakkan.
  • Peningkatan Kesadaran: pemberi kerja dan pekerja perlu diedukasi tentang isu K3 bagi pekerja perempuan.
  • Pengembangan Mekanisme Pengaduan: perlu dibentuk mekanisme pengaduan yang mudah diakses dan responsif terhadap kasus-kasus pelecehan seksual dan diskriminasi.
  • Pemberdayaan Perempuan: pekerja perempuan perlu diberdayakan, agar mereka berani bersuara dan memperjuangkan hak-haknya.
  • Peran Serikat Pekerja/Buruh: serikat pekerja/buruh memiliki peran penting dalam memperjuangkan hak-hak dan keselamatan pekerja perempuan.
  • Peran Pemerintah: pemerintah perlu mendorong perusahaan untuk menerapkan K3 yang responsif gender, dan memberikan sanksi bagi perusahaan yang melanggar.

Pekerja perempuan adalah aset berharga bagi bangsa. Mereka berhak mendapatkan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan setara. Mari kita bersama-sama menepis bahaya di balik high heels, dan membangun dunia kerja yang ramah perempuan.

Angger Wicaksana
Founder and CEO at Akukatiga.com - Occupational Health and Safety Student at Universitas Sebelas Maret - linkedin.com/in/anggerwicaksana
Komentar